Rabu, 13 Januari 2010

Cinta Hanya Sebatas Punggung Ayam...

Aku mulai berkisah, tentang satu sahabatku yang lahir di negeri orang lalu menjalani kehidupan keluarga imigran yang sederhana. Setiap kali ibunya hendak menghidangkan daging ayam sebagai lauk, ibunya pergi ke pasar untuk pergi membeli punggungnya saja. Hanya itu yang ibunya mampu beli. Sahabatku pun beranjak besar tanpa tahu bahwa ayam memiliki bagian lain selain punggung. Ia tidak tahu ada paha, dada, atau sayap. Punggung menjadi satu-satunya definisi yang ia punya tentang ayam.

Kisah ini terasa semakin berat membebani lidah. Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang Cuma sanggup kuhayati bayangannya dan tak akan pernah kumiliki keutuhannya. Seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan ini sanggup mengejar. Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat sehalus udara, langit awan, atau hujan. Seseorang yang selamanya harus dibiarkan berupa sebentuk punggung karena kalau sampai ia berbalik niscaya hatiku hangus oleh cinta dan siksa.

“sahabat saya adalah orang yang berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu ada bagian lain. Ia hanya mengetahui apa yang ia sanggup miliki. Saya adalah orang yang paling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tidak sanggup saya miliki”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar